Okay.. ready for lucky number 7?
Unfortunately, not lucky for me
at that moment =p
Tapi sebelumnya, ada yang saya
lupa selipkan di tulisan sebelumnya. Yaitu cerita 2 telepon ketika saya di
kantor, setelah selesai dari rumkit pada Rabu 25 Januari 2012 :
Yang pertama adalah telepon dari
the husband. Yang meminta memaksa saya untuk pesan kamar VIP. Kalau
tidak ada, naik lagi saja jadi VVIP. Intinya the husband ingin kamar sendiri
supaya saya bisa tenang. Super sweet! I remember I said “we cannot afford
that. Plafond dari kantor aku cuma kelas 1, walau memang nanti juga bisa
reimburse dari asuransi.”. “I’ll handle it. Kamu tenang aja”, he replied.
Doweng. Tapi istri medit saya toh akhirnya tetap pesan yang kelas 1. Karena
tahu bukan perkara harga kamar saja. Harga operasi dan visit dokter pun beda
signifikan kalau kelas kamar naik (tanya kenapa?). Kok ga rela ya.
Telepon kedua adalah dari kakak
ipar yang seorang dokter Sp.PD (yang disambungkan oleh the husband). She’s a
very relaxed person. “Yut.. tadi dokternya bilang apa?” she asked while
giggling. Ketika saya selesai cerita, masih dengan nada santai dia jawab “Yut.. yang namanya dokter bedah,
gatel kali dia megang pisau bedah. Kamu second opinion dulu lah.”
Daaang. Second opinion. Kenapa ga
kepikiran *pentung. Rania saja baru di DSA ke-4 ketahuan TT. Tapi dengan dihadapkan besok sudah terjadwal operasi,
kerjaan setumpuk, mompa ASI, jujur... saya sudah tidak bisa mikir. Saya kacau
balau. So I asked the husband untuk cari info tentang second opinion kondisi
saya.
….
So, to the point the husband
arrived. The husband telah siap
melaporkan bahwa operasi ini memang harus dilakukan. How so?
The Up Above sure work in
mysterious way =)
Di sedikitnya waktu tersisa untuk
cari second opinion, the husband menghubungi teman karib SMA-nya, seorang
dokter bedah. Dimana sebenarnya sempat lost contact sekian lama dan baru saling
berhubungan lagi 2 bulan belakangan. The husband menjelaskan kondisi
saya, sampai titik temannya bertanya, “Siapa sih dokter istri loe?”
Dan ketika dijawab dr Myra, “Ya
ampun.. itu rekan gue. Kami sempat bareng ambil spesialis. Bentar. Gue hubungi
dia nanti gue kabari loe lagi”
Ya, begitu lah kira – kira
pembicaraannya. Dan ya, begitulah.. temannya kembali kontak the husband “Istri
loe memang harus operasi. Dan benar harus cepat.”
*bisik bisik : Disini ya.. saya haqqul yakin 99%, ada yang tidak
diceritakan the husband tentang kondisi saya. Bahwa memang sudah se-urgent itu
saya harus operasi. Tapi the husband mengerti saya, bahwa daripada istrinya
stress (lagi. Stress melulu! Payah memang), mending dikasih tahu. Operasi.
Titik.
So there we was. Saya, the
husband, Rania, Mbak Sri. Kamis, 26 Januari 2012. Jam 8 pagi sudah di ruang rawat inap. Nitip – nitip
ASIP yang mulai mencair dan buah Rania ke suster, mulai ganti baju operasi.
Bwok.. ga pake apa –apa ya di dalemnya. Maaf ya norak. Namapun seumur hidup
belum pernah dioperasi.
Intermezzo : coba.. betapa Yang Di Atas memang menguji umat-Nya sesuai
dengan kemampuan. Untung Rania sudah mulai makan. Untung Rania sudah bisa tidur
agak lama (walau harus digendong). Sehingga dengan bekal ASIP, buah, baby
sitter handal, saya tahu dia akan baik – baik saja selama saya operasi kurang
lebih 2 jam. Dan selama saya dirawat di rumkit di kelas 1 yang seharusnya
dengan kapasitas 2 pasien, sampai checkout pun tidak ada pasien yang menempati
tempat tidur sebelah. Sehingga saya bisa istirahat tanpa potensi gangguan dari
pasien sebelah, the husband bisa numpang tidur, dan biaya perawatan sesuai dengan
plafond dari kantor. Alhamdulillah =)
Jam 10an. Tiba – tiba ruangan
terasa sangat dingin. Sampai saya menggigil. Tensi diukur kok ya naik. Tapi dr
Myra yang visit sebelum operasi berkata “ah.. ini mah grogi aja mau operasi.”
Ha! De javu.
Tidak dipungkiri. Saya takut
operasi. Dipikir kenapa saya maunya lahiran normal? Bius total freaks me out.
Galau berat deh pas sudah mulai didorong untuk pindah lantai, ke lantai
operasi. Rania tidur di gendongan Mbak Sri. I kissed her dearly. The husband
terus memegang tangan saya yang dingin. Up until the point where he couldn’t
get in, I remembered bibir saya berkata bisu “I love you” and he replied the
same. Mata saya mulai ngembeng air mata. Penakut yaaa. Biariin..
…
I wish I could type more about
the operation. But I can’t. Masih diliputi trauma. For we believe, ada prosedur
rumkit yang tidak dijalankan. Yang menyebabkan saya shock ketika mulai timbul
kesadaran. Kami telah menegur pihak yang kami anggap bertanggungjawab. Dan kami
pandang cukup. Dan selesai.
…
Alhamdulillah, operasi berjalan
dengan sukses. Yang saya sempat khawatirkan setelah operasi adalah masa
pemulihannya. Bahwa kalau saya melakukan aktivitas ringan seperti menggendong,
mengangkat tangan, akan terasa sakit. Ternyata tidak. Sama sekali. I was in
good hand. Thank you, dr Myra. So very much.
Dari dokter yang ikut mengawal
operasi, saya tahu. Bahwa cairan abses alias nanah yang dikeluarkan mencapai
hampir 100ml!! Hayoo.. yang biasa merah ASI. Bisa dikira – kira ya. Seberapa
tinggi di botol. Dan saya sukses melongo. Tapi dengan entengnya, dokter yang
sama berkata “Masih ada yang lebih parah, Bu. Waktu itu ada sampai wadah alumunium berbentuk ginjal itu sampai penuh
ke ujungnya.” Relieving ya.. dokter itu *sarcasm
Dari suster yang merawat, saya
tahu bahwa kondisi itu bisa terulang. BUSETTT. “Iya, Bu.. ada yang baru pulang
operasi, 2 hari kemudian timbul lagi di tempat berbeda dan operasi lagi.”
Makasih lho infonya, sus *lemes
Dari hasil berdialog dengan dr.
Myra, diketahui bahwa memang awalnya ini adalah saluran yang tersumbat. Makanya
didiagnosa Gallactocele Mammae. Namun seiring waktu, sumbatan itu menjadi
infeksi sehingga abses. Dan setelah saya ingat – ingat, memang pernah sekali.
SEKALI. Saya tidak memompa. Botol yang saya bawa ke kantor habis di kantor jam 16.00, sampai
memakai botol pompaan. Dan saya pulang jam 21.00 (biasanya jam 19.00 sudah
sampai rumah dengan payudara cukup penuh untuk kemudian langsung menyusui
Rania). Setelah itu, langsung stok botol
kosong di kantor! Juga dirunut, sebelum Rania didiagnosa Tongue Tied, memang
payudara kanan yang sering diistirahatkan karena paling perih, paling sering
luka dan bernanah.
Dari hasil bicara dengan dr Asti
(kami pernah tidak sengaja ketemu ketika saya berobat jalan), saya sangat
bersyukur ditangani dr Myra. Dari ceritanya, mereka berdua sempat berdebat
tentang metode suction abses. Tapi akhirnya mencapai satu pemahaman untuk
penanganan kondisi ini, tanpa “mencederai” kelangsungan menyusui. Dr Asti
sempat cerita, ada pasiennya dengan kondisi sama seperti saya dan dirujuk ke dr
Myra. Tapi pasien tersebut malah pergi operasi ke tempat lain atas dasar dokter
bedah tersebut sudah lama dikenal keluarganya. Namun ternyata, dalam
prosedurnya pasien tersebut diberikan obat yang mengeringkan ASI. Dan menangis
lah pasien tersebut karena setelah selesai operasi tidak dapat menyusui anaknya
kembali. Sedangkan saya? Setelah sadar paska operasi, ASIP yang dibawa habis,
saya langsung dapat menyusui Rania. Alhamdulillah.
Dari total 5 hari saya rawat inap
di rumkit kelas 1, biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 16.506.500,-dan
rawat jalan selama hampir 2 bulan ke depan sebesar Rp. 7.089.098,- belum
termasuk ongkos taksi yang saya yakin mencapai angka Rp. 2.000.000,-. Rawat
jalan adalah untuk pergantian perban di dalam luka sayatan (!). Iya.. saya
tidak salah ketik. Jadi metode dr. Myra adalah sayatan suction abses (sekitar 2 cm) tidak
ditutup jahitan, alias menganga. Kemudian “rongga” bekas cairan abses disisipkan kain kasa.
Karena dr. Myra harus melihat, apakah jaringan dalamnya sudah tuntas tidak ada
abses dan mulai membaik. Membaik artinya kalau kasa berlumuran darah merah
segar. Sehingga prosedurnya : buka plester kedap air (yang sukses bikin kulit
saya iritasi karena alergi), ambil kasa dari dalam kulit, tetesi obat penumbuh
jaringan, sisipkan kembali kasa bersih, tutup dengan plester kedap air. Yes. I
watched it eeeverytime. Ngilu? Perih? Ya iya lah! Tapi kemudian rongga tersebut
mengecil dan saya terbiasa dengan prosedur penggantian kasa itu. Setelah 1
bulan lebih rongganya mengecil baru kemudian dijahit.
Dari perjalanan saya meyusui Rania yang sampai
hari ini mencapai 14 bulan 5 hari, kadang di kala melamun saya
suka kembali ke bulan – bulan awal Rania lahir. Even I didn’t think I made it this far. Rasa putus asa sering kali
datang, namun seperti kata mommiesdaily
: Breastfeeding : it's worth fighting for.
Bahkan tempat saya bertumpu, the husband, sering kali berkata “Aku tuh lega
banget, bersyukur banget Rania lewat ASI eksklusif 6 bulan dan ga muluk - muluk minta lebih. Kamu (saya) hebat.”. Tapi akhir – akhir ini kalau ipar saya suka ngeledek
Rania “ih.. malu udah jalan masih netek.” The husband akan mengaum “Jatahnya
masih 10 bulan lagi. Tangguuung.”. Hahaha. Dengan senang hatiiiiiiii. Dan untuk
membuat hati (tambah) senang, I celebrated 1 year of breastfeeding Rania by
buying this bag I was eyeing, sambil defensif berkata “Harganya cuma
sepersekian kalau kita beli sufor berbulan – bulan, Ayaaaah”. Persis seperti
tulisan @ID_AyahASI disini. Lihat
yang poin no.2. Hohoho. Life’s good!
Thank you for your time reading
episode drama ASI ini =). Doakan kami lancar – lancar saja menyusui 10 bulan ke
depan. Termasuk lancar ketika Rania nanti 1,5 tahun mulai saya beri sugesti
untuk bisa weaning with love, sampai akhirnya Rania sukses disapih. Can we say aaaamien? AAAAAMIIIIEEEN.
xoxo
JJ
xoxo
JJ
7 comments:
aamiin.
aku baca tiap cerita mbak... salut atas perjuangan mbak
:)
semoga semua selalu sehat. aamiin
halo luluk. mamaci sudah dibaca =) thank you doanya yaaaa
hi mba... skr aku lg mengalami masa2 spt yg mba alami..
mulai dari perihnya PD saat netekin sampe baby ku akhirnya ketauan kena tongue tie jg..
oia mba, mau tanya rasa perih yg kayak disayat-sayatnya itu hilang stlh brp lama? *masih was-was* soalnya pasca insisi, aku msh ngerasain grenyet2 di PD setiap kali nyusuin.
terus pas kasih asip pakai feeder, sendok teh biasa, atau pakai dot?
hehe maaf ya mba jd tanya2 tp seneng baca kisah ASI-nya... aku merasa terpacu untuk tetap yakin bisa kasih asi terus untuk anak ku..
cheers ^_^
halo cHI-Q.. semoga Yuza cepet catch up ya.. =)
pengalaman saya, 3 hari juga sudah tidak terasa kesayat sayat lagi. mungkin :
1. Payudara kamu masih luka dari yang lalu. Diistirahatkan aja dulu. diolesi purelan atau asi
2. incisinya belum tuntas (?)
Sebaiknya sih ke konselor laktasi lagi aja..
Rania dari 3 - 7 bulan pakai medela softcup advanced. Karena kalau soft feeder, takut kesenggol trus asip tumpah
lewat 7 bulan, tiba2 ngamuk ngeliat softcup, jadinya pake cangkir trus disendokin sendok teh
hope it helps ya.. kalau mau tanya lagi juga boleh kok =) pasti dijawab (kalau tau jawabannya)
Mba,istri saya kena galactocele sudah 3minggu ini.sudah dikasih Obat dan ini ultrasound sekali belum ada perubahan.payudara penuh terus sementara kalau dipompa sakit sekali karena gumpalan itu berada di sekitar areola.satu2nya jalan ya menyusui langsung tapi ga mungkin krn istri saya bekerja.skrg mikir buat langsung operasi aja.tapi takut gabisa kasih asi.itu dr Myra praktek dimana ya mba?supaya ga keulang lagi bagaimana?terima kasih mba
halo...
saya datang ke praktek dr. Myra yang di kemang medical care. semoga istri dapat penanganan yang tepat dan lekas sembuh ya
saya alhamdulillah tidak pernah kejadian lagi. tapi sesuai cerita di atas, ada juga yang baru keluar RS sudah timbul lagi.
saya jg lg mengalami hal yg sama mbak. kena abses payudara... tp anak baru 3 minggu usia... stlh operasi gaboleh pompa ya mba? mohon pencerahannya mba
Post a Comment