5.9.12

Drama ASI part 7 : O PE RA SI (And The Post Op)

Okay.. ready for lucky number 7?

Unfortunately, not lucky for me at that moment  =p

Tapi sebelumnya, ada yang saya lupa selipkan di tulisan sebelumnya. Yaitu cerita 2 telepon ketika saya di kantor, setelah selesai dari rumkit pada Rabu 25 Januari 2012 :

Yang pertama adalah telepon dari the husband. Yang meminta memaksa saya untuk pesan kamar VIP. Kalau tidak ada, naik lagi saja jadi VVIP. Intinya the husband ingin kamar sendiri supaya saya bisa tenang. Super sweet! I remember I said “we cannot afford that. Plafond dari kantor aku cuma kelas 1, walau memang nanti juga bisa reimburse dari asuransi.”. “I’ll handle it. Kamu tenang aja”, he replied. Doweng. Tapi istri medit saya toh akhirnya tetap pesan yang kelas 1. Karena tahu bukan perkara harga kamar saja. Harga operasi dan visit dokter pun beda signifikan  kalau kelas kamar naik (tanya kenapa?). Kok ga rela ya.

Telepon kedua adalah dari kakak ipar yang seorang dokter Sp.PD (yang disambungkan oleh the husband). She’s a very relaxed person. “Yut.. tadi dokternya bilang apa?” she asked while giggling. Ketika saya selesai cerita, masih dengan nada santai  dia jawab “Yut.. yang namanya dokter bedah, gatel kali dia megang pisau bedah. Kamu second opinion dulu lah.”

Daaang. Second opinion. Kenapa ga kepikiran *pentung. Rania saja baru di DSA ke-4 ketahuan TT. Tapi dengan dihadapkan besok sudah terjadwal operasi, kerjaan setumpuk, mompa ASI, jujur... saya sudah tidak bisa mikir. Saya kacau balau. So I asked the husband untuk cari info tentang second opinion kondisi saya.

….


So, to the point the husband arrived.  The husband telah siap melaporkan bahwa operasi ini memang harus dilakukan. How so?

The Up Above sure work in mysterious way =)

Di sedikitnya waktu tersisa untuk cari second opinion, the husband menghubungi teman karib SMA-nya, seorang dokter bedah. Dimana sebenarnya sempat lost contact sekian lama dan baru saling berhubungan lagi 2 bulan belakangan. The husband menjelaskan kondisi saya, sampai titik temannya bertanya, “Siapa sih dokter istri loe?”

Dan ketika dijawab dr Myra, “Ya ampun.. itu rekan gue. Kami sempat bareng ambil spesialis. Bentar. Gue hubungi dia nanti gue kabari loe lagi”

Ya, begitu lah kira – kira pembicaraannya. Dan ya, begitulah.. temannya kembali kontak the husband “Istri loe memang harus operasi. Dan benar harus cepat.”

*bisik bisik : Disini ya.. saya haqqul yakin 99%, ada yang tidak diceritakan the husband tentang kondisi saya. Bahwa memang sudah se-urgent itu saya harus operasi. Tapi the husband mengerti saya, bahwa daripada istrinya stress (lagi. Stress melulu! Payah memang), mending dikasih tahu. Operasi. Titik.

So there we was. Saya, the husband, Rania, Mbak Sri. Kamis, 26 Januari 2012. Jam 8 pagi sudah di ruang rawat inap. Nitip – nitip ASIP yang mulai mencair dan buah Rania ke suster, mulai ganti baju operasi. Bwok.. ga pake apa –apa ya di dalemnya. Maaf ya norak. Namapun seumur hidup belum pernah dioperasi.

Intermezzo : coba.. betapa Yang Di Atas memang menguji umat-Nya sesuai dengan kemampuan. Untung Rania sudah mulai makan. Untung Rania sudah bisa tidur agak lama (walau harus digendong). Sehingga dengan bekal ASIP, buah, baby sitter handal, saya tahu dia akan baik – baik saja selama saya operasi kurang lebih 2 jam. Dan selama saya dirawat di rumkit di kelas 1 yang seharusnya dengan kapasitas 2 pasien, sampai checkout pun tidak ada pasien yang menempati tempat tidur sebelah. Sehingga saya bisa istirahat tanpa potensi gangguan dari pasien sebelah, the husband bisa numpang tidur, dan biaya perawatan sesuai dengan plafond dari kantor. Alhamdulillah =)

Jam 10an. Tiba – tiba ruangan terasa sangat dingin. Sampai saya menggigil. Tensi diukur kok ya naik. Tapi dr Myra yang visit sebelum operasi berkata “ah.. ini mah grogi aja mau operasi.” Ha! De javu.

Tidak dipungkiri. Saya takut operasi. Dipikir kenapa saya maunya lahiran normal? Bius total freaks me out. Galau berat deh pas sudah mulai didorong untuk pindah lantai, ke lantai operasi. Rania tidur di gendongan Mbak Sri. I kissed her dearly. The husband terus memegang tangan saya yang dingin. Up until the point where he couldn’t get in, I remembered bibir saya berkata bisu “I love you” and he replied the same. Mata saya mulai ngembeng air mata. Penakut yaaa. Biariin..


I wish I could type more about the operation. But I can’t. Masih diliputi trauma. For we believe, ada prosedur rumkit yang tidak dijalankan. Yang menyebabkan saya shock ketika mulai timbul kesadaran. Kami telah menegur pihak yang kami anggap bertanggungjawab. Dan kami pandang cukup. Dan selesai.


Alhamdulillah, operasi berjalan dengan sukses. Yang saya sempat khawatirkan setelah operasi adalah masa pemulihannya. Bahwa kalau saya melakukan aktivitas ringan seperti menggendong, mengangkat tangan, akan terasa sakit. Ternyata tidak. Sama sekali. I was in good hand. Thank you, dr Myra. So very much.

Dari dokter yang ikut mengawal operasi, saya tahu. Bahwa cairan abses alias nanah yang dikeluarkan mencapai hampir 100ml!! Hayoo.. yang biasa merah ASI. Bisa dikira – kira ya. Seberapa tinggi di botol. Dan saya sukses melongo. Tapi dengan entengnya, dokter yang sama berkata “Masih ada yang lebih parah, Bu. Waktu itu ada sampai wadah  alumunium berbentuk ginjal itu sampai penuh ke ujungnya.” Relieving ya.. dokter itu *sarcasm

Dari suster yang merawat, saya tahu bahwa kondisi itu bisa terulang. BUSETTT. “Iya, Bu.. ada yang baru pulang operasi, 2 hari kemudian timbul lagi di tempat berbeda dan operasi lagi.” Makasih lho infonya, sus *lemes

Dari hasil berdialog dengan dr. Myra, diketahui bahwa memang awalnya ini adalah saluran yang tersumbat. Makanya didiagnosa Gallactocele Mammae. Namun seiring waktu, sumbatan itu menjadi infeksi sehingga abses. Dan setelah saya ingat – ingat, memang pernah sekali. SEKALI. Saya tidak memompa. Botol yang saya bawa ke kantor habis di kantor jam 16.00, sampai memakai botol pompaan. Dan saya pulang jam 21.00 (biasanya jam 19.00 sudah sampai rumah dengan payudara cukup penuh untuk kemudian langsung menyusui Rania).  Setelah itu, langsung stok botol kosong di kantor! Juga dirunut, sebelum Rania didiagnosa Tongue Tied, memang payudara kanan yang sering diistirahatkan karena paling perih, paling sering luka dan bernanah.

Dari hasil bicara dengan dr Asti (kami pernah tidak sengaja ketemu ketika saya berobat jalan), saya sangat bersyukur ditangani dr Myra. Dari ceritanya, mereka berdua sempat berdebat tentang metode suction abses. Tapi akhirnya mencapai satu pemahaman untuk penanganan kondisi ini, tanpa “mencederai” kelangsungan menyusui. Dr Asti sempat cerita, ada pasiennya dengan kondisi sama seperti saya dan dirujuk ke dr Myra. Tapi pasien tersebut malah pergi operasi ke tempat lain atas dasar dokter bedah tersebut sudah lama dikenal keluarganya. Namun ternyata, dalam prosedurnya pasien tersebut diberikan obat yang mengeringkan ASI. Dan menangis lah pasien tersebut karena setelah selesai operasi tidak dapat menyusui anaknya kembali. Sedangkan saya? Setelah sadar paska operasi, ASIP yang dibawa habis, saya langsung dapat menyusui Rania. Alhamdulillah.

Dari total 5 hari saya rawat inap di rumkit kelas 1, biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 16.506.500,-dan rawat jalan selama hampir 2 bulan ke depan sebesar Rp. 7.089.098,- belum termasuk ongkos taksi yang saya yakin mencapai angka Rp. 2.000.000,-. Rawat jalan adalah untuk pergantian perban di dalam luka sayatan (!). Iya.. saya tidak salah ketik. Jadi metode dr. Myra adalah sayatan suction abses (sekitar 2 cm) tidak ditutup jahitan, alias menganga. Kemudian “rongga” bekas cairan abses disisipkan kain kasa. Karena dr. Myra harus melihat, apakah jaringan dalamnya sudah tuntas tidak ada abses dan mulai membaik. Membaik artinya kalau kasa berlumuran darah merah segar. Sehingga prosedurnya : buka plester kedap air (yang sukses bikin kulit saya iritasi karena alergi), ambil kasa dari dalam kulit, tetesi obat penumbuh jaringan, sisipkan kembali kasa bersih, tutup dengan plester kedap air. Yes. I watched it eeeverytime. Ngilu? Perih? Ya iya lah! Tapi kemudian rongga tersebut mengecil dan saya terbiasa dengan prosedur penggantian kasa itu. Setelah 1 bulan lebih rongganya mengecil baru kemudian dijahit.

Dari perjalanan saya meyusui Rania yang sampai hari ini mencapai 14 bulan 5 hari, kadang di kala melamun saya suka kembali ke bulan – bulan awal Rania lahir. Even I didn’t think I made it this far. Rasa putus asa sering kali datang, namun seperti kata mommiesdaily : Breastfeeding : it's worth fighting for. Bahkan tempat saya bertumpu, the husband, sering kali berkata “Aku tuh lega banget, bersyukur banget Rania lewat ASI eksklusif 6 bulan dan ga muluk - muluk minta lebih. Kamu (saya) hebat.”. Tapi akhir – akhir ini kalau ipar saya suka ngeledek Rania “ih.. malu udah jalan masih netek.” The husband akan mengaum “Jatahnya masih 10 bulan lagi. Tangguuung.”. Hahaha. Dengan senang hatiiiiiiii. Dan untuk membuat hati (tambah) senang, I celebrated 1 year of breastfeeding Rania by buying this bag I was eyeing, sambil defensif berkata “Harganya cuma sepersekian kalau kita beli sufor berbulan – bulan, Ayaaaah”. Persis seperti tulisan @ID_AyahASI disini. Lihat yang poin no.2. Hohoho. Life’s good!

Thank you for your time reading episode drama ASI ini =). Doakan kami lancar – lancar saja menyusui 10 bulan ke depan. Termasuk lancar ketika Rania nanti 1,5 tahun mulai saya beri sugesti untuk bisa weaning with love, sampai akhirnya Rania sukses disapih. Can we say aaaamien? AAAAAMIIIIEEEN.

xoxo

JJ

7 comments:

Anonymous said...

aamiin.
aku baca tiap cerita mbak... salut atas perjuangan mbak
:)
semoga semua selalu sehat. aamiin

JJ said...

halo luluk. mamaci sudah dibaca =) thank you doanya yaaaa

cHi-Q Destriana said...

hi mba... skr aku lg mengalami masa2 spt yg mba alami..

mulai dari perihnya PD saat netekin sampe baby ku akhirnya ketauan kena tongue tie jg..

oia mba, mau tanya rasa perih yg kayak disayat-sayatnya itu hilang stlh brp lama? *masih was-was* soalnya pasca insisi, aku msh ngerasain grenyet2 di PD setiap kali nyusuin.

terus pas kasih asip pakai feeder, sendok teh biasa, atau pakai dot?

hehe maaf ya mba jd tanya2 tp seneng baca kisah ASI-nya... aku merasa terpacu untuk tetap yakin bisa kasih asi terus untuk anak ku..

cheers ^_^

JJ said...

halo cHI-Q.. semoga Yuza cepet catch up ya.. =)
pengalaman saya, 3 hari juga sudah tidak terasa kesayat sayat lagi. mungkin :
1. Payudara kamu masih luka dari yang lalu. Diistirahatkan aja dulu. diolesi purelan atau asi
2. incisinya belum tuntas (?)
Sebaiknya sih ke konselor laktasi lagi aja..

Rania dari 3 - 7 bulan pakai medela softcup advanced. Karena kalau soft feeder, takut kesenggol trus asip tumpah
lewat 7 bulan, tiba2 ngamuk ngeliat softcup, jadinya pake cangkir trus disendokin sendok teh

hope it helps ya.. kalau mau tanya lagi juga boleh kok =) pasti dijawab (kalau tau jawabannya)

Unknown said...

Mba,istri saya kena galactocele sudah 3minggu ini.sudah dikasih Obat dan ini ultrasound sekali belum ada perubahan.payudara penuh terus sementara kalau dipompa sakit sekali karena gumpalan itu berada di sekitar areola.satu2nya jalan ya menyusui langsung tapi ga mungkin krn istri saya bekerja.skrg mikir buat langsung operasi aja.tapi takut gabisa kasih asi.itu dr Myra praktek dimana ya mba?supaya ga keulang lagi bagaimana?terima kasih mba

JJ said...

halo...
saya datang ke praktek dr. Myra yang di kemang medical care. semoga istri dapat penanganan yang tepat dan lekas sembuh ya
saya alhamdulillah tidak pernah kejadian lagi. tapi sesuai cerita di atas, ada juga yang baru keluar RS sudah timbul lagi.

Unknown said...

saya jg lg mengalami hal yg sama mbak. kena abses payudara... tp anak baru 3 minggu usia... stlh operasi gaboleh pompa ya mba? mohon pencerahannya mba