Pada kontrol Rania usia 1 bulan yaitu pada Selasa, 2 Agustus. Banjir air
mata kembali terjadi di depan timbangan bayi karena Rania hanya naik 300 gr.
Bahkan belum kembali ke berat lahir. Terbayang semua usaha 24 jam kali 30 hari
Rania lahir. Siang malam disusui. Apa yang salah? Salah dimana? Sempat dites darah Thyroid dan
hasilnya negatif. Pesan dari DSA pun cuma susui terus.
Hari hari berlanjut dengan tanda tanya besar. Saya masih terus browsing
kesini kesana (so sorry baby, I know it’s not right browsing with blackberry with you nearby) juga
bertanya pada para suhu ASI (halo Eva, Cecil, Rainy, Iwu, Eji). Everybody tried to
assure me that Rania was fine. Otak saya berusaha menerima Rania was fine, tapi
hati saya tetap merasa something was wrong.
Lanjut ke libur Idul Fitri, Rania ditunggu oleh nenek dan uwak –
uwaknya di Bandung. Sungguh ketika itu saya merasa ketakutan ke luar kota
pertama dengan Rania yang baru lepas 40 hari. Too many what ifs. I remember I
had a fight with the husband because I was hesitate to go, tapi toh kami
akhirnya tetap pergi.
Dan di Bandung, pertama kali Rania BAB warna kehijauan. Apa lagi ini? Tiga
hari berturut turut. Sempat berhubungan dengan DSA katanya tidak apa apa. Tapi
dari hasil browsing mengenai tekstur BAB, akhirnya saya kenalan dengan yang
namanya hindmilk dan foremilk. Dan, Pertama kali.. Pertama kalinya saya yakin
ASI saya banyak. Karena katanya BAB hijau artinya bayi baru minum susu ”depan”
alias foremilk. CMIIW. Berarti Rania belum dapat ASI ”belakang” yang kaya lemak
dong ya.
Senin, 5 September adalah kontrol Rania usia 2 bulan dan beratnya naik
700gram. Tetap saja saya berkaca kaca menahan tangis, walau the husband support
me ”tenang .. kan katanya kenaikan BB 700gram normal.”
The same week, the husband encouraged me to pump again. Ketika saya bilang
”Ayah, aku nanya ke temen – temen, direkomendasikan yang elektrik aja”. And as
a supportive husband and Ayah ASI he is.. langsung dia pergi ke ITC belikan
saya breastpump yang dimaksud. Dan kali ini hasil pompa mendapatkan 10 ml
(kedua payudara), meningkat 30 ml, 40 ml. ”Alhamdulillah”, said the husband
while rubbing my back. Saya? Tersenyum setengah hati. But the husband kept
encouraging me ”Inget ngga dulu pertama kali mompa ngga keluar? Ini banyak,
Yut. Bersyukur ya”
Kemudian pada hari Jumat, 9 September 2011, atas saran dari Eva (yang
sebenarnya sudah kasih tahu saya dari awal saya curhat namun belum dilakukan)
adalah pergi ke klinik laktasi. Kami pun pergi, namun setelah 1 jam konsultasi
kok sebenarnya masih mengganjal. Tapi oke lah.. katanya semua berjalan lancar.
During the next week, I felt
something wrong again. Rania tidak
seberat biasanya, pipis hanya 4 – 5 x dalam 24 jam. Dengan seijin suami yang
saat itu sudah kembali ke Bandung, pada Rabu 14 September saya pergi lagi
menemui DSA lain lagi (DSA ke-4), yaitu Dr Asti Praborini, Sp.A, ICBLC. Sebelum
masuk ke ruang praktek beliau, tentu Rania ditimbang.. dan nyesss... benar
dugaan saya. Dalam seminggu Rania turun 100gram.
Masuklah kami ke ruang praktek. Dan saya ceritakan – sambil terbata bata
dan berlinang air mata - keseluruhan
dari awal kelahiran Rania. Tentang berat badannya, tentang apa yang saya rasakan ketika
menyusui.
Dr Asti kemudian bilang. ”Oke.. saya lihat 2 hal ya, Bu. Pertama
saya lihat cara ibu menyusui, kemudian saya lihat anak ibu.”
Kemudian beliau lihat posisi saya
latch on yang katanya sudah baik. Kemudian Rania dibaringkan ke tempat tidur,
dan dicek… dan barulah diketahui akar masalah “Anak ibu tongue tied”
Kemudian Dr Asti menggeret kursi ke depan saya. Menepuk nepuk lutut saya,
menenangkan dan bilang ”Sudah, Bu. Ini bukan salah ibu. Bukan salah anak ibu.
Hanya kebetulan dikasih kondisi seperti ini. Yang penting sekarang sudah tahu,
mari kita ambil langkah perbaikannya.”
Intermezzo.. ini dokter ya..
baik bener! Ada temen yang anaknya susah latch on, datang ke ahli
laktasi enyunowat the doctor did? Bentak ibu (temen saya) –nya lho “Ibu ini
gimana sih. Anaknya kok ngga disusuin bener” kalau saya yang digituin pasti naik
pitam binti drama. Yaaa.menurut ente.. kenapa temen saya datang ke enteee. Cari
solusi bukaaan
Saya pun…. melongo. Saya memang sudah pernah browsing tentang tongue tied
ini. Dan perasaan lidah Rania baik – baik saja. Tidak berbentuk hati. Ketika
saya utarakan, beliau bilang “Tongue tied ada 4 tipe. Dan anak ibu yang tipe
ke-3. Jenis yang tergolong ringan. Tapi karena ringan malah sukanya tidak
terdeteksi. Anak ibu pasti tidak bisa menjulurkan lidah melebihi bibir mulut.
Ini ya Bu.. ibarat payudara ibu adalah gentong ASI, yang harusnya mulut bayi
pakai gayung gentong ambilnya, karena kondisi lidahnya pendek kayak ambil
ASInya pakai sendok makan”. Hati
saya mencelos… jadi 2 bulan 14 hari ini
kamu itu kelaparan, baby??? Astaghfirullah.. Maafin ibu. Rasa bersalah ini
belum hilang sampai detik saya mengetik post ini.
Melihat fakta yang ada (kenaikan BB bayi tidak maksimal, payudara saya
luka), beliau berkata Rania harus diambil tindakan incisi frenetomi (tidak
semua tongue tied harus di-frenetomi) yaitu pengguntingan tali lidah. Beliau
menjelaskan prosedurnya. Yang sebenarnya minor saja. Katanya lebih sakit tindik
telinga. Tidak akan ada darah. Kalaupun ada, nanti cepat disusui dan akan
berhenti.
Bayi? Tali lidahnya digunting? Ngga ada suami? Saya pun mengkeret. Saya
bilang, mau telepon dulu ke suami. Yang kemudian Dr Asti bilang, “Kalau
suaminya tidak setuju. Berarti diundur saja ya, Bu. Soalnya yang kayak gini
biasanya memang suami yang suka ngga setuju”
Hihihi.. si dokter mah men-generalisir ajuah. Bener sih, the husband sempet
terkejut. Tapi wajar kan. Bersyukur the husband memang dibesarkan dengan kakak
kakaknya yang menjadi dokter. Jadi tahu lah istilah istilah kedokteran.
And by phone, he agreed.
Proses incisi frenetomi sangat singkat. Saya yang penasaran ikut
melongok longok selama Dr. Asti melakukan persiapan sampai dengan melakukan
prosedur tersebut. Rania cried a bit, tapi sedetik (lebay) setelah
pengguntingan dilakukan, Rania langsung diangsurkan ke saya untuk disusui.
Rania pun terdiam. Dan saya juga
merasakan perubahan yang instan terasa. Payudara saya tidak terasa terparut
parut! Alhamdulillah.
Apakah sudah selesai dengan tindakan incisi? Tentu tidak. Tapi posting
ini sudah kepanjangan. Bersambung lagi ya..
xoxo
JJ
No comments:
Post a Comment