22.6.12

Sebenarnya Ada Satu Lagi..


Sakit Rania yang belum saya ceritakan. Ini salah satu episode air mata mengalir tak bisa berhenti.

Terjadi 1 Desember 2011, tepat ketika Rania ulang bulan ke lima. Paginya masih ceria. Sekitar pukul 9.00, Mbak Sri menghampiri cubicle kerja saya (hlo.. Rania ikut ngantor? Iya.. nanti saya cerita.. kalau hawa ngetiknya sudah datang), Rania bangun karena waktunya menyusui, badannya sudah hangat.

*dodolnya saya, tidak bawa transpulmin dan thermometer

Setelah selesai menyusui, saya bisa lihat Rania sudah tidak nyaman. Bahkan ketika diangsurkan ke Mbak Sri untuk tidur, selama tidur pun dia merintih rintih gitu. Pilu, rek.. dengarnya..

Saya berusaha tenang (padahal mulai kalut). Load pekerjaan hari itu banyaaaak sekali. Maklum. Sudah mulai pelaporan ini itu untuk akhir tahun. Dan sebelum dihujat massa (ge er). At the time.. situasinya tidak memungkinkan untuk saya ijin pulang cepat.

Sesi nyusu siang, saya rasakan badannya panas. Bukan hangat lagi. Panas. Muka Rania sudah mulai merah. Dan masih terus merintih rintih. Tambah kalut. Tapi saya masih terus bekerja.

Selain panas, Rania juga sering pup. Tekstur pupnya pun berubah. Dari yang biasa seedy golden menjadi kuning pucat kehijauan dan berlendir. Seharian itu Rania pup 7 kali. Plus ditambah sore hari pakai muntah. I knew something was really wrong.

Hari itu saya baru pulang dari kantor jam 21.30. Itu pun masih ada pekerjaan yang saya delegasikan ke rekan kerja.  Perjalanan pulang naik taksi, saya dekap Rania sambil telepon the husband untuk diskusi baiknya bagaimana. Dan diputuskan untuk ke dokternya Rania pagi harinya, ketika dokter tersebut praktek. Riskan kalau ke rumah sakit dekat rumah (baca : ngga percaya. Takutnya ketemu dokter umum atau dokter UGD yang berbeda pandangan dengan saya).

Sampai rumah ganti baju, saya ambil thermometer. Dan hasil pengukuran adalah 39 dercel. Saya ulang lagi. 39,6 dercel. Langsung serasa sesak nafas. Karena menurut saya, suhunya lebih mending daripada di kantor. Jadi tadi kamu di kantor berapa dercel, baby? Untung dari both family tidak ada riwayat step.

Saya tidak punya obat turun panas bayi (lesson learnt for new mom, sedia saja deh). Tapi kalaupun punya, saya belum belajar dosis yang tepat itu berapa mililiter. Jadi saya cuma bisa berdoa, pagi lekaslah datang agar saya bisa bawa Rania ke dokter.

There she was, sleeping with me. Sempat pup lendir kuning pucat kehijauan lagi sebelum naik ke kamar. Saya pun antara tidur dan tidak. Sampai pukul 01.00 saya merasa Rania tidak mau nyusu. Kemudian saya nyalakan lampu.

Dan.. horror #1 : terlihatlah Rania sudah sangat sangat lemas. Suhunya saya temp masih 39 dercel. Dia sudah tidak bisa nangis. I was very much aware pasti Rania dehidrasi akibat panas. Saya dekap untuk menyusu, tapi tidak mau menyusu. Gongnya : NAFASNYA TERSENDAT. Tombol panik saya bobol. Harus. Ke. Rumah. Sakit. SEKARANG. Telpon taksi burung biru, minta dikirim taksi secepatnya. Telpon the husband, mengabarkan kondisi Rania. The husband agreed and promised setelah subuh langsung berangkat ke Jakarta.

Gendong Rania, turun tangga sambil menangis tersedu sedu,  ke kamar Ibu. Beliau baru saja selesai sholat malam. ”Ibu. Aku mau ke rumah sakit sekarang. Tolong bantu bangunin Mbak Sri untuk pegang Rania, biar aku bisa beres – beres.” Tujuan saya, mending sekalian rawat inap. Pokoknya saya bertekad tidak akan keluar dari rumkit sebelum bertemu dokternya Rania.

Singkat cerita, ditemani Ibu dan mbak Sri sampailah saya di rumkit, bagian IGD. Setelah was wes wos dengan dokter IGD, menghubungi dokternya Rania, cek kondisi Rania, memang diputuskan untuk rawat inap.

Off saya ke bagian administrasi untuk urus kamar.

Baydeway.. sungguh.. suatu hari.. rumkit seharusnya mengutamakan pasien. Bukannya administrasi. Apa sih? Urusan duit? Ni.. ambil dah kartu kredit saya. Uring – uringan lho keadaan kalut, masih harus isi – kalau tidak salah hitung – 5 formulir yang berbeda. Hla saya masih ditemani ibu dan mbak Sri yang bisa bantu awasi Rania. Kalau sendiri, apa kabar?

Dan horror #2 is about to start : Rania dipasang infus. Tangan dipegang Mbak Sri, kaki dipegang suster 1, dan suster lain mencari nadi untuk ditusuk. Saya? Disamping Rania, mengelus pipinya dan  melihat dia nangis dan mengerang lemah, sambil matanya menatap saya seperti berkata, “tolong, Bu.” Dan mengalirlah air mata saya tidak bisa berhenti. Sampai si suster bilang ke saya “Ibu, kalau ngga kuat tunggu di sebelah sana saja.” Nehi lah. Saya bilang – sambil ketus - , “saya kuat. Sudah.. bisa lebih cepat lagi ga. Kasihan anak saya.”

Tusuk lengan kiri, tusuk lengan kanan. Rasanya mau menjerit : KOMPETEN GA SIIIH?? Tapi seperti membaca pikiran saya, Ibu berkata “Kamu yang tenang. Bayi memang terkadang susah dicari nadinya.” Akhirnya, terpasanglah jarum infus Rania… di kaki kanan.

Setelah terpasang, serombongan naik ke atas ke ruang inap sekitar pukul 04.30.

Dokter IGD datang ke kamar sekitar jam 08.00, mengabarkan hasil tes darah dan feses sudah keluar. Kesimpulannya, Rania terserang infeksi bakteri dan akan diberikan antibiotik.

Krik.. saya agak hesitate. Dan minta ditunda sampai the husband datang dan ingin diskusi dulu dengan dokter anak Rania. The husband datang jam 10.00an, dokter datang jam 12.00an (dimana the husband sholat Jum’at). Dan setelah diskusi, pukul palu : antibiotik. Monggo…

Jadi lah Jumat, Sabtu, Minggu Rania rawat inap. Total hari kamis, pup kuning lendir sampai 9 kali, muntah 3 kali. Jumat masih sering pup, tapi sudah tidak muntah. Tidurnya pun tidak pakai merintih – rintih lagi. Sabtu masih sering pup (sampai pampers yang dibawa habis!) tapi teksturnya sudah mulai golden seedy. Suhu badan sudah berkisar 37 decel. Alhamdulillah.

Sebenarnya malam minggu sudah bisa keluar. Dokter titisan malaikat itu visit 2 kali di hari sabtu. Subuh – subuh ”Saya ini  mau ke Bandung. Tapi mampir dulu ah, visit Rania.”

Dan Minggu siang ketika ketemu lagi ”Saya tadi malam hampir jam 12 kontrol lagi. Tapi saya lihat ibu sudah tidur, dan ngapain juga ya.. keluar rumkit tengah malam. Ya sudah, alhamdulillah Rania bisa release hari ini.” ALHAMDULILLAH.

sehat terus ya, babyyyy

Kami sempat diskusi tentang apa penyebab Rania sakit. Dan.. disimpulkan adalah mainan, teether yang masuk ke mulutnya. Namapun fase oral ya.. *rebus semua mainan di rumah, cuci tiap 2 hari.

Senin, masuk lah saya ke kantor dengan keadaan seada adanya (baca : cape lahir batin). The husband pun kembali ke Bandung. Rania? Di rumah saja selama 3 hari ke depan.


Xoxo

JJ

7 comments:

ini_dhita said...

Aduh sedih banget baca nya :( apalagi pas bagian pasang infus.
Emang kalo anak sakit bikin panik banget ya..
Smoga rania sehat selalu ga, ga ada kejadian kayak gini lagi :)

JJ said...

halo dhita.. im a regular visitor of your blog lho =)

Amien.. thank you for the wish. Semoga Azka juga selalu sehat ya =)

Nita said...

PELUKKKKKK!!!!! Kamu hebat JJ! kiss Rania :*

JJ said...

*peluk balik buat nita =)

catfish, who loves tigerfish said...

Gue jadi ngebaca smpe jauh karna di link dari blognya Leija :'(
Sedih ya hiks..
Semoga rania sehat terus ya..

Btw udh imunisasi Rotavirus kan?

JJ said...

aaaak.. saif cakepnyaaa..
thanks, amy =)
iya, Rania sudah vaksin rotavirus.

Afifah said...

Salam kenal ya Mbak. Sekarang pasti Rania sudah besar dong ya. Semoga sehat selalu nak. Alhamdulillah Asma tidak pernah sakit yang tergolong berat sampai harus opname. Tapi waktu awal-awal lahir, seriiing buanget ke dokter cuma gara-gara sebab sepele.