Lanjutan dari sini
Yep.. hiruk pikuk di area tempat tidur. Alat pengukur tensi dilepas (alhamdulillah, tensi sudah sekitar 120/100), selang oksigen dilepas, rangka kiri kanan tempat tidur dinaikkan, rem tempat tidur dilepas.
The husband sibuk milah – milah barang yang akan dibawa ibu saya keluar ruang persalinan, Ibu saya mencium pipi saya dan berkata menunggu di luar.
Dan off we (saya, the husband, 2 suster) went dari ruang pra persalinan ke ruang persalinan
Gredek… gredek.. gredek *ceritanya efek suara, bunyi roda tempat tidur didorong (kebanyakan dengerin eman j4kfm)
Tiba tiba seorang suster di ujung ruangan berseru “Ruang persalinan penuh”. HAH??? Memang sih, selama menunggu bukaan di ruang pra persalinan tersebut mengalun simfoni erangan – erangan dari ibu - ibu hamil lain. Rupanya malam itu ada 4 orang (termasuk saya) yang lagi menunggu bukaan. Dan sayalah yang terakhir bukaannya lengkap. Terus dimana dong akika lahiran??
Untung suster kepala dengan sigap langsung memutuskan ”bawa ke ruang operasi caesar yang baru!”
Gredek… gredek.. gredek
Ngomong – ngomong, dari awal hiruk pikuk, saya kok tidak merasa sakit lagi di sekitaran pinggul – panggul. Tapi berasa lemas banget.
Gredek… gredek.. gredek
Sampailah di ruang operasi caesar yang baru. Dan saya norak terpukau!
Wa wa wawww.. benar benar baru! Kinclong di keseluruhan ruangan. Terang benderang. Dan auranya steril banget. Saya benar benar pasien pertama yang akan melahirkan di ruang baru ini. Ahay.. Beruntungnyaaa.. i guess another Me-and-my-luckiness moment!
Ibuk ibuk di ruang persalinan lama... maap ya... akika di ruang baru *pongah
Disclaimer : jangan salah tangkap ya.. bukan berarti ruang bersalin yang lama tidak steril. Buset. Bisa dituntut akika. It’s just that i love love sesuatu yang baru. Tempat makan baru, hotel baru, hal yang baru. Jadi seneng banget dapat ruang melahirkan yang gress. Probabilitasnya berapa persen coba?
Mulailah saya proses dipindahkan ke tempat tidur ruang melahirkan. Dipapah pelan pelan oleh 2 suster dan the husband.
Terus.. krik... krikk... dimana alat penyangga kaki discomfort for moi buat lahiran di ujung bawah tempat tidur itu?
Ternyata... Belum dipasang!!! Mwahahaha *sumpel mulut akibat pongah
My handy husband bahkan ikut bantu memasang. The husband memang tipe yang suka handy work gitu. Jadi gatel kayaknya kalau tidak ikut bantu merakit rakit.
Selesai merakit, si suster kepala bilang, ”Ya, Bu. Kakinya diangkat”
Lah.. kenapa tidak ada tenaga buat angkat kaki? Lemesss banget. Mata juga rasaan tinggal 5 watt (ya abess biasa jam 21.00 sudah tidur, ini sudah cape kesakitan, sudah midnite pula). Akhirnya dibantu the husband dan suster ngangkang mode on naikin kedua kaki ke penyangga.
Kemudian the jumpy happy doctor entered the room, ”gimana.. gimana..”. Langsung dilapori suster, “Mulesnya hilang, dok.”
“Kamu beneran ngga mules?” saya menggeleng lemah. Hla.. memang bisa nahan mules?
Raba – raba perut, ”Bukaan sudah lengkap?” dijawab iya oleh suster.
”Hla.. gimana ini ngga mules. Coba bapaknya bantuin supaya bikin mules.” Sambil senyum senyum. Which later I learnt, maksudnya supaya saya dan the husband melakukan hal yang iya iya di tempat tidur. Ampuuun dokterrr.. Ampuuun.. saya kok juga bolot banget.
“Ya sudah, nanti saya kembali kalau kamu sudah mules. Tapi ini kok kantong kemihnya penuh. Kamu ngga mau pipis?” saya kembali menggeleng. Dan berlalu lah beliau keluar ruangan.
Kali ini suster yang menekan – nekan perut saya, ”Iya, ini kandung kemihnya penuh. Ibu pipis aja disini”, sambil menyorongkan wadah alumunium ke bawah sana.
And I swear, saya sudah memerintahkan otak saya untuk pipis, tapi kok tidak keluar. ”Bu.. pipis, Bu”, si suster gemes sambil kembali menekan kantong kemih. ”iya.. ini juga lagi usaha, sus.”
Tidak pipis juga... Ap ap.. apakah urat syaraf pengontrol pipis saya putus ketika kontraksi bukaan? *halusinasi
”Ya sudah, Bu. Saya pasang kateter saja ya.” Hla.. memangnya bisa nolak? Katanya, pasang kateter itu sakit ya? Tapi kok saya tidak terasa apa – apa. Sudah kebas saja ”down there”.
Kemudian mengobrol saja dengan the husband. Saya juga sambil celingukan melihat keseluruhan ruangan. Wahai mules.. datanglaaahh...
Yang datang malah si dokter. Nanya lagi, ”Gimana, Bu? Ayoo.. yang di dalem.. Dandannya sudah.. Sudah ditunggu ni.”
Junior cuek saja tuh.
Tapi tidak berapa lama kemudian, mulai terasa mules. ”Dok.. dok.. saya mulai mules” nada antara kaget, senang, nerfes jadi satu. Ngantuk was gone entah kemana.
Langsung kembali hiruk pikuk. Dokter ditemani 2 suster di bawah sana, dan the husband bantu pegang dari arah belakang saya.
”Oke, Bu. Dorong!”, seru si dokter
Tarik nafas panjang, hekkkkk ngeden sambil melotot (daripada nutup mata. Kan tidak boleh. Bahaya untuk syaraf mata. Apalagi saya minus 4 *cough! *geek! *cough!)
”Bagus.. tungguuu.. Yak! Lagi, Bu. Dorooong”
Again, doing the previous
Sejurus kemudian, ”Yak! Yak! Lagi, Bu! Ini kepalanya sudah kelihatan. Lagi, Bu!”
Tarik nafas seeeepanjangnyaaaa.. ngeden.. dan brrrrrttttttt...... meluncur lah Junior ke tangan dokter!!!! Cukup 3 kali mengejan. Alhamdulillah.
”Yak.. jam berapa ini?” tanya dokter. The husband lihat jam tangan ” dua kurang lima. 01.55”
Hup.. sejurus kemudian, ditengkurepkan Junior ke dada saya. Dan saya... terkesima.. sampai beberapa saat lupa menyentuh my baby girl for the first time. Dan sudah lupa dengan sakit kontraksi sebelumnya. Gone. Completely.
Rambut yang hitam, tangan yang mungil, telinga kiri yang mungil (telinga kanan di dada saya), kulit putih masih berselaput lendir, pant*t bohay, kaki.. rrr.. agak ketutup pant*t
Halo, there J. Rania.. it’s good to finally see you.. penghuni rahimku selama 39 minggu *smile ear to ear. Mata takjub. Tidak nangis. Takjub.
Sementara, di bawah sana dokter masih suruh ngeden sekali lagi. Which, I forgot, did I do that? I was too blown away by the baby on my chest. Didn’t mind, karena tak lama, ada brrrrttt kedua. Ari – ari keluar.
Kemudian, ayahnya yang juga terpesona menghampiri kiri saya, membungkuk mendekati Rania dan mengumandangkan adzan
It was… THE MOST BEAUTIFUL THING… Ever.
Until the husband..
“eh.. Rania denger ngga ya? Ulang lagi deh”
Mak!! Kalau ini manga, pasti saya sudah kejungkel terus ada keringet melayang di atas kepala
But. Nah.. you didn’t spoil the moment kok, husband. It was too beautiful.
Saya senyum senyum sambil melihat Rania dalam usahanya crawling toward my nip*le. Amazing! The proud new dad juga terkesima. Nyium saya *cupp. Bisikiin saya “Alhamdulillah. Ibu hebat. Terima kasih”. Terus kembali takjub melihat keajaiban insting seorang bayi. Anak kami.
Sejam saya terbaring dengan Rania IMD. Sama sekali tidak merasakan sakit ketika dokter melakukan obras sedikit (menurut dokter, kepala Rania agak besar, sehingga dari pada robek kemana- mana dokter memutuskan untuk menggunting sedikit kiri kanan). Mana sempet dibecandain.. ini mau tetep ada lubang atau ditutup semua? Ebuseetttt....
Rania berhasil sampai ke put*ng saya. Kemudian diputuskan IMD disudahi, karena air ketuban saya pecah duluan, ditakutkan Rania ada infeksi. Sehingga Rania yang digendong suster dan dikawal the husband pergi untuk dibersihkan, dicek kesehatan, ditimbang, diukur, bla bla bla lainnya.
Saya masih di ruang operasi, dan kemudian ada team suster yang memandikan saya, kemudian keluarlah saya dari ruang melahirkan menuju kamar sekitar jam 04.00, dengan –kali ini baru benar - sebutan baru : Ibu.
xoxo
JJ
xoxo
JJ
2 comments:
Selalu terharu baca kisah-kisah melahirkan. And yes, sekarang saya bercucuran air mata. Inget ngelahirin anak saya 3 tahun lalu.
Makasih udah sharing ya. Beautiful moment ya? ^__^
halo, mbak.. thanks sudah baca
hoah.. beautiful moment, indeed =)
Post a Comment