Jadiiiiiii… salah satu (dari banyak) sifat saya yang tidak membanggakan adalah, saya suka mencela! Dan herannya saya kok selalu di klik pertemanan yang suka mencela pula.
Mulai dari barisan teman yang berubah nama menjadi : Bebek, Anak Ayam, Mammoth, Singa Berbadan Beruang. Tentu kebalikannya, panggilan saya bisa berubah mulai dari Radar Taliban sampai Paus (yang ikan) *enough said*
Juga barisan “kesalahan” yang pada waktu – waktu tertentu akan diungkit, dan baru berhenti di kehidupan berikutnya. Misalnya :
Ketika masih di Makassar, teman titip 3 toples nastar buat saudaranya di Jakarta. Bayangan saya akan toples kecil dong…. Yah, 2 kali ukuran toples kue yang bisa dijual kalau mau lebaran gitu. Ternyata….. teman saya kayaknya mesti buka kamus bahasa tentang definisi toples. Karena yang dititipkan adalah 3 lodong kaca besar seperti lodong di toko obat tradisional gitu! Beraaat banget. Ngeri pecah pula. Tidak mungkin kan ditaruh di bagasi? Jadi sampai kelu lengan saya angkut lodong – lodong itu ke kabin.
Kesialan saya belum berhenti disitu. Setelah sampai Jakarta saya ngomel tentang si lodong, teman yang sama bilang “Nah.. nanti kan saudara gue ambil itu nastar (ngga berani dia, bilang toples lagi) sekalian bawa kardus lampu mobil, gue titip loe bawa ke Makassar ya. Beli di Makassar harganya beda jauh nih, Yut. Tenang.. ini ringan kok.” Okelah… hayuk. Enyunowwat? Iyah… ringan.. tapi yang sengaja tidak lupa dia sebut, ternyata kardusnya ada 3, seus… masing – masing sebesar kardus flat TV 14 inchi. Sempat tidak boleh dibawa ke kabin oleh petugas check in, tapi akhirnya 1 bisa di kabin.
Naaah.. “kesalahan” macam ini nih yang terus saya ungkit di waktu – waktu yang tepat ke temen saya:
“Ya ampun… mau S3 kok ngga bisa bedain toples sama lodong”;
“Eh.. tau ngga dulu gue pernah dititipin bawa 3 kardus barang?”
Ahahaha.
Tapi celaan terparah yang pernah saya lakukan (dalam ingatan saya yang terbatas) adalah ketika teman harus mengakhiri hubungan dengan what he thought would be the last love of his life. I know I was the first non-family person yang dia ceritakan. Minggu pertama, I was all ears.. mendengarkan semua yang dia “muntahkan”. Minggu kedua, saya diamkan and let he drowned in his blue feeling. Minggu ketiga.. saya ngga tahan! One from my many many celaan to him was : “Emang sih… gue ga ngerti apa yang dia liat dari loe. Dia sadar kali loe cuma pengen perbaikin keturunan.” (he’s rather black, she’s extremely white).
Minggu kelima, dia mulai terbuka ke teman – teman yang lain. Kalau ada tatapan prihatin dari teman yang diceritakan garis besarnya, langsung dia samber, “Udah.. ngga papa.. Iyut aja nyela gue terus kok.” Sampai teman itu konfirmasi ke saya, “Yut.. loe beneran nyela of that issue?”
And I would answer, “ Iya.. Gini lho… cukuplah dia dapat simpati yang mengharu biru, tatapan sedih, prihatin, atau mungkin juga ada yang menyalahkan dia dari keluarga. Nah.. kalau tidak ada yang mulai nyela becandain dia, sampai kapan dia mau bangkit?” *pembenaran*
Dan yang terjadi adalah… semua teman di klik itu juga mulai bersikap santai dan nyela dia. Ahahaha. And I could say that he stood on his feet and regained his confidence in short of time. Hope it was a good therapy for you, my friend.
In return, saya juga sering banget dicela *told yah dapat klik pertemanan yang sama*. Salah satunya, dalam rangka nutupin jidat saya yang ….. , dulu saya pakai poni. Tapi dulu kan tidak terlalu mengerti trend atau fesyen, plus belum mengerti hairdresser tuh ada harga ada rupa. Jadinya there were times saya ikut nyengir kalau dipanggil poni tirai (iya.. tirai gorden gitu) atau lego (itu lho.. mainan lego kan ada yang manusia cewek dan cowok. Dan yang cewek berponi).
Padahal ya.. ketika membantu keponakan loetjoe menghafal hadits, saya baru tahu ternyata ada hadits larangan mencela! Cape kayaknya malaikat di bahu kiri mencatat dosa saya..
I can justify this kalau yang saya cela adalah my dear relatives and close friends, atas nama “tak mencela maka tak sayang”. *lagi lagi pembenaran*
Tapi kalau yang saya cela adalah orang yang sekedar lewat di depan saya atau atis – artis yang lagi ada di infotainment, seperti :
Seorang ibu di supermarket yang “bermandikan” perhiasan. I do not kid you. Gelang kerenceng sepanjang 7 – 10 cm di masing – masing lengan, 4 cincin, lebih dari 5 kalung, anting – anting. Semuanya saya yakin.. emas asli. *Mana saya lagi sama teman yang berkelakuan sama! I’m sure she saw the same. Dan yang terjadi adalah kami berdua nunduk. Tidak berani saling berpandangan saat itu.. karena tepat yang terjadi 20 meter dari TKP, kami berdua baru saling lihat, dan blaarrr… ketawa bareng*
atau
Penyanyi dangdut yang baru kemarin melepas masa duda, ketika ada liputan resepsinya, langsung saya berseru “Ya ampun.. rambutnya kayak …..” Zippp… -untung bisa me-rem mulut… tapi kakak saya langsung nyamber “sini gue selesain… kayak siguuung.” *gosh.. it runs in the family*
Kan mereka ga salah apa - apa ya sama saya. Maapin ya.. maapiiiin…
Susah… buat saya yang paling susah ya jaga hati, pikiran, perkataan. Bisa nangis minta maaf kalau ternyata yang saya cela tidak berkenan. Tapi old habbit dies hard. Sigh…
Tapi mari menggerakkan diri untuk perbaikan. Kalau tidak bisa dihilangkan, saya coba mengurangi dulu. Nah.. rasanya yang paling mungkin (walau susah) adalah menghindari mencela orang yang tidak dikenal. So bring it on! Mau ada yang seliweran pakai halter neck top motif leopard plus micro mini skirt motif zebra, eye shadow ungu, high heel kuning elektrik. Atau artis di infotainment yang selengki atau pejabat yang slip gajinya 10 juta tapi punya rumah gede plus 10 pembantu. Hayok! Kuatkan hati untuk tidak terucap celaan (walau terlintas mikir juga sama aja ya?).
Nah.. kalau to my dear relatives and close friends.. jujur, saya masih mau pakai pasal “tak mencela maka tak sayang”.
xoxo
JJ
3 comments:
Huahaha! baca cerita ini berasa lagi ngomongin gue! Samaaa perciiss ciss, suami gue aja smp terheran2 sndiri dgn ketajaman mulut gue klo lg nyela. Mulutmu harimaumu. hihi :))
Kayaknya kita harus bikin geng deh... Toss dulu aahh!!! Duh tapi kadang2 bukan kita yang salah kookk... emang banyak orang2 yang minta dicela aja kayaknya..Mereka yang dosa, karena mancing kita bikin dosa.. hahahahaha
*nyaris glundung dari tempat duduk* ahahahaha.... klik di dunia maya pun sama!
@shoumie, setajam silet ya bwoook. Laki gue so far malah ikut ketawa kalo gue cerita
@fry, toss! dan gue suka pembenaran loe "emang banyak orang2 yang minta dicela aja kayaknya.. Mereka yang dosa, karena mancing kita bikin dosa". hahahaha. PS. blog update ateuh. Merindu!
Post a Comment